1. CYBERCRIME
CyberCrime
adalah istilah yang mengacu pada aktivitas kejahatan dengan computer atau
jaringan computer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadi nya kejahatan.
Termasuk ke kadalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang
secara Online, pemalsuan Cek, penipuan kartu kredit, penipuan identitas,
Pornografi dll.
Walaupun
kejahatan dunia maya umum nya mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan
computer atau jaringan computer sebagai unsure utama nya, istilah ini juga di
gunakan untuk kejahatan tradisional dimana computer digunakan untuk mempermudah
atau memungkinkan kejahatan itu terjadi.
2.
CYBERLAW
Hukum siber (
CyberLaw ) adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi
informasi, istilah lain yang digunakan adalah Hukum Teknologi Informasi ( Law
of Information Technology ) Hukum dunia
maya ( Virtual World Law ) dan hukum Mayantara. Istilah tersebut lahir menginggat kegiatan internet dan pemanfaatan
teknologi informasi berbasis Virtual. Istilah hukum Siber digunakan dilandasi
pemikiran bahwa Cyber jika di identikan dengan “ dunia maya “ akan cukup
menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukum nya.
Menginggat para penegak hukum akan menghadapi kesulitan jika harus membuktikan
suatu persoalan yang di asumsikan sebagai “ maya” , sesuatu yang tidak terlihat
/ semu. Di internet hukum itu adalah Cyber Law, hukum khusus yang berlaku di
dunia Cyber. Secara luas Cyber Law bukan hanya meliputi tindakan di internet,
namun juga aturan melindungi para pelaku e-commerce, e-learning, pemegang hak
cipta, rahasia dagang, paten, e-signature, dll.
3.
COUNCIL OF EUROPE CONVENTION ON CYBER CRIME (
EROPA )
Council of
Europe Convention on Cyber Crime telah di selengarakan pada tanggal 23 November
2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa
Convention on Cyber crime dimasukan dalam European treaty series dengan nomor
185. Subtansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengadung
kebijakan criminal ( Criminal Policy ) yang bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari Cyber Crime, baik melalui undang –undang maupun kerjasama
international.
Hal ini
dilakukan dengan penuh kesadaran sehubungan dengan semakin meningkatnya
intensitas digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi yang berkelanjutan dari
teknologi informasi, yang menurut pengalaman dapat juga digunakan untuk
melakukan tindak pidana. Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan
antara lain sebagai berikut :
Pertama, bahwa
masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan Industri
dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi
kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.
Kedua, Konvensi
saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data
komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah
adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat
internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang
dapat dipercaya dan cepat.
Ketiga, saat ini
sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara
pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan Konvensi Dewan
Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa
1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasan
berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari,
menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi ini
telah disepakati oleh Masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk
diakses oleh negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk dijadikan norma
dan instrumen Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa
mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan
kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.
4.
RUU INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Hukum yang baik
adalah hukum yang bersifat dinamis, dimana hukum dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan yang terjadi di masyarakat. Salah satu perkembangan yang terjadi
adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia maya. Dunia maya
juga telah mengubah kebiasaan banyak orang yang menggunakan internet untuk
melakukan berbagai kegiatan dan juga membuka peluang terjadinya kejahatan. Untuk
itu tentu dibutuhkan suatu aturan yang dapat memberikan kepastian hukum dunia
maya di Indonesia. Maka di terbitkanlah Undang – Undang No. 11 tahun 2008
tentang informasi dan transaksi elektronik yang lazim dikenal dengan istilah
“UU ITE”
Kehadiran UU No.11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) akan memberikan
manfaat, beberapa diantaranya:
1. Menjamin
kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik
2. Mendorong
pertumbuhan ekonomi Indonesia;
3. Sebagai salah
satu upaya untuk mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi;
4. Melindungi
masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Contoh Kasus
pelangaran UU ITE :
Dua kasus yang
telah terjerat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat 3 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam pasal tersebut tertuliskan
bahwa: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau
mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan
/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran
nama baik.
Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah
tangga, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat
dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun
penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan
keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak
memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari
mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang
kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak
Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan.
Lalu RS Omni
International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita
Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun
Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei
2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian banyak menyedot
perhatian publik yang berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin
Kepedulian untuk Prita”. Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari
divonis Bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang. (kasus yang telah terjerat
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat 3 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE)
5.
SARAN
Teknologi
informasi saat ini memang sangat membantu masyarakat dalam kegiatan
sehari-hari, mulai dari transaksi Elektronik, jual beli Online dan transfer
data melalui media internet, dikarenakan hal tersebut banyak individu yang
memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut untuk hal-hal yang merugikan orang
lain, contoh penipuan jual beli, pemalsuan identitas, dan pembajakan kartu
kredit, oleh sebab itu diperlukan suatu aturan atau Undang-undang yang mengatur
tentang aktivitas di dunia internet tersebut agar melindungi hak-hak dari
penguna teknologi tersebut.
6.
SUMBER
Komentar
Posting Komentar